Senin, 05 Maret 2012

DIKTAT KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

BAB I

KONSEP – KONSEP KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

1. Komunikasi Pembangunan

Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan adalah “as anintegral part of development, and communication as a set of variables instrumental in bringing about development “(Roy dalam Jayaweera dan Anumagama, 1987).

Siebert, Peterson dan Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan negara. Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung pada modal atau paradigma pembangunan yang dipilih oleh suatu negara.

Peranan komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan. Everett M. Rogers (1985) menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Pada bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial.

Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya.

Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan. Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang

penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya.

Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan.

Dengan demikian pembangunan di Indonesia adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia, harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Dalam hal ini tentunya fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan.

Berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan konsep komunikasi pembangunan, maka dapat dilihat dalam arti luas dan terbatas. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dengan pemerintah, dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.

Sedangkan dalam arti terbatas, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara serta teknik penyampaian gagasan dan ketrampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan diwujudkan pada masyarakat yang menjadi sasaran dapat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan.

2. Strategi Komunikasi

Rogers (1976) mengatakan komunikasi tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah, dan fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan rencana-rencana pembangunan.

Dari pendapat Rogers ini jelas bahwa setiap pembangunan dalam suatu bangsa memegang peranan penting. Dan karenanya pemerintah dalam melancarkan komunikasinya perlu memperhatikan strategi apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efek yang diharapkan itu sesuai dengan harapan.

Para ahli komunikasi terutama di negara-negara berkembang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap strategi komunikasi dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara-negara masing-masing.

Fokus perhatian ahli komunikasi ini memang penting karena efektivitas komunikasi bergantung pada strategi komunikasi yang digunakan.

Effendy (1993) mengatakan strategi baik secara makro (planned multimedia strategy) mempunyai fungsi ganda yaitu :

1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.

2. Menjembatani ”cultural gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.

Dengan demikian strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan.

Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda

tergantung pada situasi dan kondisi.

Setiap strategi dalam bidang apa pun harus didukung oleh teori, demikian juga dalam strategi komunikasi. Teori merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman yang telah diuji kebenarannya. Untuk strategi komunikasi, teori yang barangkali tepat untuk dijadikan sebagai ”pisau analisis” adalah paradigma yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell.

Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang dirumuskan, yaitu who says what in which channel to whom with what effect.

Rumus di atas tampaknya sederhana, tetapi jika dikaji lebih jauh, pertanyaan ”efek apa yang diharapkan” secara implisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama, yaitu :

1. When ( Kapan dilaksanakannya).

2. How ( Bagaimana melaksanakannya).

3. Why ( Mengapa dilaksanakan demikian).

Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi.

Dalam strategi komunikasi peranan komunikator sangatlah penting. Dalam hal ini ada beberapa aspek yang harus diperhatikan. Para ahli komunikasi cenderung sependapat bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan pendekatan yang disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Procedure.

AA Procedure adalah penyederhanaan dari suatu proses yang disingkat AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, Action). Jadi proses perubahan sebagai efek komunikasi melalui tahapan yang dimulai dengan membangkitkan perhatian.

Apabila perhatian komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat saja pada diri komunikan, bagi komunikator belum berarti apa-apa sebab harus dilanjutkan dengan datangnya keputusan, yakni keputusan untuk melakukan tindakan. Selain melalui pendekatan di atas, maka seseorang komunikator harus mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku apabila dirinya terdapat faktor-faktor kredibilitas dan attractiveness.

Rogers (1983) mengatakan kredibilitas adalah tingkat di mana komunikator dipersepsi sebagai suatu kepercayaan dan kemampuan oleh penerima.

Hovland (dalam Krech,1982) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh komunikator yang tingkat kredibilitasnya tinggi akan lebih benyak memberi pengaruh kepada perubahan sikap dalam penerimaan pesan daripada jika disampaikan oleh komunikator yang tingkat kredibilitasnya rendah.

Rakhmat (1989) mengatakan dalam berkomunikasi yang berpengaruh terhadap komunikan bukan hanya apa yang disampaikan, tetapi juga keadaan komunikator secara keseluruhan.Jadi ketika suatu pesan disampaikan, komunikan tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan tetapi ia juga memperhatikan siapa yang mengatakan.

Selanjutnya Tan (1981) mengatakan kredibilitas sumber terdiri dari dua unsur, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian diukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang benar, sedangkan kepercayaan dioperasionalisasikan sebagai persepsi komunikan tentang sejauhmana komunikator bersikap tidak memihak dalam penyampaian pesan.

Dari variabel kredibilitas dapat ditentukan dimensi-dimensinya yaitu :

a. keahlian komunikator (kemampuan, kecerdasan, pengalaman, pengetahuan, dsb)

b. dan kepercayaan komunikator (kejujuran, keikhlasan, keadilan, dsb).

Demikan juga mengenai daya tarik adalah berkenaan dengan tingkat mana penerima melihat sumber sebagai seorang yang disenangi dalam bentuk peranan hubungannya yang memuaskan.

Effendy (1983) mengatakan daya tarik adalah komunikator yang dapat menyamakan dirinya dengan orang lain, apakah idiologi, perasaan, dsb. Demikian juga Tan (1981) mengatakan daya tarik adalah diukur dengan kesamaan, familiaritas, dan kesukaan.

Kesamaan meliputi pandangan, wawasan, ide, atau gagasan. Familiaritas meliputi empati, simpati, dan kedewasaan.

Kesukaan meliputi frekuensi, ketepatan, keteladanan, dan kesopanan. Demikian mengenai faktor-faktor yang penting dimiliki oleh komunikator agar komunikasi yang dilancarkan dapat merubah sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikan.

Dalam strategi komunikasi mengenai isi pesan tentu sangat menentukan efektivitas komunikasi. Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1981) mengatakan bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran dimaksud.

2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga sama-sama dapat dimengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.

4. Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

3. Teori Difusi Inovasi

Teori ini dapat dikatagorikan ke dalam pengertian peran komunikasi secara luas dalam merubah masyarakat melalui penyebarluasan ide-ide dan hal-hal yang baru.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), studi difusi mengkaji pesan-pesan yang disampaikan itu menyangkut hal-hal yang dianggap baru maka di pihak penerima akan timbul suatu derajat resiko tertentu yang menyebabkan perilaku berbeda pada penerima pesan.

Pada masyarakat, khususnya di negara berkembang penyebarluasan inovasi terjadi terus menerus dari satu tempat ke tempat lain, dari bidang tertentu ke bidang lain. Difusi inovasi sebagai gejala kemasyarakatan yang berlangsung bersamaan dengan perubahan sosial yang terjadi, bahkan menyebabkan suatu hubungan sebab-akibat.

Penyebarluasan inovasi menyebabkan masyarakat menjadi berubah, dan perubahan sosial pun meransang orang untuk menemukan dan menyebarkan hal-hal yang baru. Masuknya inovasi ke tengah-tengah sistem sosial disebabkan terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat, antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.

Dengan demikian komunikasi merupakan faktor yang sangat penting untuk terjadinya perubahan sosial. Melalui saluran-saluran komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, dan penilaian yang kelak akan menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi. Tetapi perlu diingat bahwa, tiddak semua masyarakat dapat menerima begitu saja setiap adanya pembaharuan, diperlukan suatu proses yang kadang-kadang menimbulkan pro dan kontra yang tercermin dalam berbagai sikap dan tanggapan dari anggota masyarakat ketika proses yang dimaksud sedang berlangsung di tengah-tengah mereka.

Dalam proses penyebarluasan inovasi unsur-unsur utama, yaitu :

1. Adanya suatu inovasi.

2. Yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu.

3. Dalam suatu jangka waktu tertentu.

4. Di antara para anggota suatu sistem sosial.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa segala sesuatu, baik dalam bentuk ide, cara-cara, ataupun objek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru, maka dapat dikatakan sebagai suatu inovasi.

Pengertian baru di sini tidaklah semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali digunakan inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika suatu hal dipandang baru bagi seseorang maka hal itu merupakan inovasi.

Havelock (1973) menyatakan bahwa, inovasi sebagai segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya.

Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa pengertian baru suatu inovasi tidak harus sebagai pengetahuan baru pula, sebab jika suatu inovasi telah diketahui oleh seseorang untuk jangka waktu tertentu, tetapi individu itu belum memutuskan sikap apakah menyukai atau tidak, atau pun belum menyatakan menerima atau menolak, maka baginya hal itu tetap merupakan inovasi. Jadi kebaruan inovasi tercermin dari pengetahuan, sikap, atau pun putusan terhadap inovasi yang bersangkutan.

Dengan demikian bisa saja disebut sebagai inovasi bagi suatu masyarakat, namun tidak lagi dirasakan sebagai hal baru oleh masyarakat lain.

Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari ide). Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki dua komponen tersebut, memerlukan adopsi yang berupa tindakan, tetapi untuk inovasi yang hanya mempunyai komponen ide saja, penerimaannya pada hakekatnya perlu merupakan suatu putusan simbolik.

Pandangan masyarakat terhadap penyebarluasan inovasi memiliki lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara baru, yaitu :

1) keuntungan relatif,

2) keserasian,

3) kerumitan,

4) dapat dicobakan,

5) dapat dilihat.

Kelima atribut di atas menentukan bagaimana tingkat penerimaan terhadap suatu inovasi yang didifusikan di tengah-tengah masyarakat.

Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu masyarakat tidaklah terjadi secara serempak tetapi berbeda-beda sesuai dengan pengetahuannya dan kesiapan menerima hal-hal tersebut.

Rogers dan Schoemaker (1977) telah mengelompokkan masyarakat berdasarkan penerimaan terhadap inovasi yaitu:

1. Inovator, yaitu mereka yang pada dasarnya sudah menyenangi hal-hal yang baru dan sering melakukan percobaan.

2. Penerima dini, yaitu orang-orang yang berpengaruuh di sekelilingnya dan merupakan orang-orang yang lebih maju dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.

3. Mayoritas dini, yaitu orang-orang yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari orang lain.

4. Mayoritas belakangan, yaitu orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang di sekelilingnya sudah menerimanya.

5. Laggards, yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi.

Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi, yaitu:

1. Tahapan pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya inovasi.

2. Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya.

3. Tahap putusan, dalam tahap ini seseorang membuat putusan menerima atau menolak inovasi tersebut.

4. Tahap implementasi, dalam tahap ini seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya.

5. Tahap pemastian, yaitu dimana seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya itu.

4. Proses Komunikasi Pembangunan

Dalam pengertian terbatas, komunikasi pembangunan merupakan serangkaian usaha mengkomunikasikan program-program pembangunan kepada masyarakat supaya mereka ikut serta dan memperoleh manfaat dari kegiatan pembangunan tersebut.

Suatu badan internasional yang menangani masalah ini Academy for educational Development yang berpusat di Washington USA, telah banyak mengembangkan berbagai program komunikasi pembangunan di negaranegara yang sedang berkembang.

Dalam komunikasi pembangunan yang diutamakan adalah kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat. Tujuannya untuk menanamkan gagasan - gagasan, sikap mental, dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang.

Secara pragmatis Quebral (1973), merumuskan komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat.

Mengkaitkan peranan komunikasi pembangunan dan konsep mengenai pembangunan, Tehranian (1979) mengemukakan tiga tinjauan teoritis, yaitu teori yang hanya melihat pembangunan semata-mata sebagai proses pluralisasi masyarakat, politik dan ekonomi dari suatu bangsa yang melaksanakan pembangunan tersebut. Pandangan ini dianut oleh para ekonom dan politisi liberal.

Pada pokoknya mereka berpendapat bahwa hal yang penting dalam pembangunan adalah peningkatan kelompok tenaga kerja yang berdasarkan struktur dan fungsi yang jelas, penganekaragaman kelompok berdasarkan kepentingan dan keseimbangan dinamis antar kelompok dan kepentingan.

Teori yang kedua penekanannya pada peningkatan rasionalisasi sebagai unsur kunci proses pembangunan. Penganut aliran ini adalah Hegel, yang menekankan peranan ratio dalam perkembangan sejarah.

Sedangkan Weber mementingkan rasionalisasi kebudayaan dan birokrasi dari suatu proses sosial yang akhirnya dikenal belakangan ini adalah mendewakan negara sebagai sumber segala kemenangan dan keabsahan.

Teori ketiga adalah pemikiran yang lahir dari kesadaran diri masyarakat dunia ketiga, dengan konsep yang berpusat pada prinsip melakukan pembebasan.

Teori ini sangat dipengaruhi oleh aliran Neo Marxis.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa dalam teori yang pertama adalah pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan pengahsilan dan pendapatan masyarakat yang melaksanakan pembangunan tersebut. Tetapi konsep ini tidak memperhatikan apakah peningkatan tersebut atau hanya oleh segelintir masyarakat tertentu saja. Yang penting disini adalah terjadinya peningkatan. Begitu pula halnya dengan pembangunan itu sendiri yang diutamakan adalah segi materi atau jasmaniah dari kehidupan masyarakat.

Asumsi teori kedua lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat abstrak, rasio, cara berpikir yang bukan berbentuk wujud nyata. Sedangkan asumsi yang ketiga adalah proses pembangkitan kesadaran sejarah dan identitas diri yang otentik sebagai daya motivasi dalam rangka proses revolusi dominasi dan eksploitasi.

5. Teknologi Komunikasi

Di abad modern ini, terutama pasca perang dunia kedua, bermunculan berbagai penemuan baru sebagai akibat kemajuan teknologi yang berkembang pesat dan terjadi susul menyusul. Teknologi memberikan manusia bermacam-macam kemudahan dalam melakukan pekerjaan, dan lebih dari itu menjadikan kehidupan lebih menyenangkan dan lebih nyaman.

Berkat penemuan baru di bidang teknologi, manusia dapat menggali dan melakukan eksplorasi sumber-sumber kekayaan alam, termasuk sumber-sumber energi yang penting bagi peningkatan kesejahteraan umat manusia. Kemajuan pesat di bidang teknologi elektronika yang semakin berkembang membuktikan manusia telah mampu mengembangkan kemampuan setinggi-tingginya.

Perkembangan teknologi mendorong semakin berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi diawali dengan penemuan transistor, kemudian berkembang mikcrohip, sistem komunikasi satelit, dan lain-lain telah membuat jarak bukan lagi suatu halangan untuk berkomunikasi dengan yang lainnya.

Laju perkembangan teknologi komunikasi telah memperlancar arus informasi dari dan keseluruh penjuru dunia. Kemajuan teknologi telah memungkinkan manusia sekarang ini menyaksikan pada waktu yang sama peristiwa-peristiwa, seperti : pendaratan manusia di bulan, peristiwa-peristiwa kenegaraan, keolahragaan, dan sebagainya.

Kemajuan teknologi juga meningkatkan mobilitas sosial, mempermudah orang untuk saling berhubungan. Pergaulan berlangsung berupa kontak-kontak pribadi diikuti oleh tukar menukar gagasan dan pengalaman.

Hubungan manusia dari satu bangsa dengan bangsa lainnya semakin intensif dan dunia seolah-olah menjadi semakin sempit.

Mc Luhan menyebut dunia sekarang sebagai a global village. Teknologi media cetak mengalami perkembangan yang pesat. Media cetak mengalami perubahan setelah penyempurnaan mesin cetak dengan ditemukannya mesin offset yang dapat mencetak lebih cepat dan relatif lebih murah dalam jumlah besar. Selanjutnya diketemukan facsimile, transmission of ideographs.

Teknologi dapat melakukan penghematan waktu dan jumlah tenaga kerja manusia. Proses teknologi melalui makna pesan tertulis atau gambar dipindahkan secara elektronis melalui radio telegraph (telefrint) untuk satu reproduksi yang jauh letaknya. Dengan teknik ini surat kabar yang terbit di Amerika misalnya, dalam jangka waktu bersamaan dapat terbit di Indonesia.

Teknik reproduksi ini memungkinkan penyebaran surat kabar lebih luas dan lebih cepat. Demikian pula di bidang radio, televisi, film, dan pembuatan mesin hitung elektronis berkembang pesat.

Percepatan perkembangan teknologi komunikasi belum ada tanda-tandanya akan berhenti, mendorong keseluruhan sistem komunikasi ke dalam proses kegoncangan yang terus-menerus (Pool, 1974). Pemakaian teknologi baru menuntut keahlian dan ketrampilan lama menjadi tidak berguna atau kurang relevan lagi.

Untuk melahirkan dan mengembangkan keahlian serta ketrampilan baru, dituntut adanya sistem pendidikan yang baru pula. Sejalan dengan itu restrukturisasi akan terjadi di dalam berbagai kehidupan masyarakat.

Kemajuan teknologi ini juga telah dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang sedang membangun. Melalui radio, televisi, film, dan surat kabar dapat dikatakan seluruh pelosok tanah air telah terjangkau oleh jaringan komunikasi yang menghubungkan pusat dan daerah. Pesan-pesan pembangunan dari pusat ke daerah dan sebaliknya dapat dengan mudah disiarkan oleh media tersebut diatas.

Melihat perkembangan kemajuan teknologi komunikasi banyak pengamat mengatakan bahwa negara-negara maju sekarang ini memasuki zaman informasi yang disebabkan oleh revolusi komunikasi.

Menurut M. Alwi Dahlan (1983), informasi akan merupakan sektor ekonomi informasi. Ciri utama munculnya masyarakat informasi adalah terjadinya perkembangan teknologi yang semakin canggih, terutama dalam bidang komunikasi dengan perangkat lunaknya (software).

Semakin canggihnya peralatan komunikasi yang digunakan akan memungkinkan penyebaran informasi lebih efisien dan efektif. Kalau kita simak, awal lahirnya abad informasi ditandai dengan peluncuran Sputnik Uni Sovyet dan Apollo Amerika Serikat. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1956.

Nilai keberhasilannya pun dapat dilihat dari penguasaan teknologi peluncuran semata, tetapi keberhasilannya pun dapat dilihat dari segi missi yang diembannya yaitu dimulainya globalisasi teknologi vital revolusi informasi yang membuat bumi menjadi satu “desa dunia” dengan satelit sebagai pengalih bola dunia dalam posisinya sendiri.

Cepatnya revolusi informasi telah menimbulkan permasalahan sosial mengenai masyarakat informasi. Jika dibandingkan antara masyarakat pertanian dengan masyarakat informasi, perubahan yang terjadi memerlukan waktu 100 tahun ke masyarakat industri dan 20 tahun ke masyarakat informasi.

Perubahan yang cepat ini membuat masyarakat harus mengantisipasi masa depannya. Pengaruh perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi menyangkut orientasi masyarakat yang menjurus pada masalah ekonomi.

Bidang komunikasi banyak memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Banyak sektor profesi yang harus diisi dalam bidang informasi, baik sektor barang atau jasa. Misalnya reporter, programer, juru kamera, penyuntingan gambar dan berita, tenaga periklanan, pengolahan dan pemrosesan data dan lain-lain.

John Naisbitt dalam bukunya Megatrends menyatakan ada sembilan kecendrungan besar yang sekarang sedang berlangsung di dunia. Salah satu kecenderungan besar itu adalah beralihnya masyarakat industri ke masyarakat informasi. Dalam masyarakat industri, produksi dihasilkan oleh interaksi manusia dengan alam yang terolah, sedangkan masyarakat informasi produksi merupakan hasil interaksi antara manusia dengan manusia.

John Naisbitt menyebutkan pula lima hal yang diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi.:

Pertama, masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi.

Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi.

Ketiga, teknologi informasi yang baru diterapkan dalam tugas industri yang lama, secara perlahan akan melahirkan kreativitas dan proses produksi yang baru.

Keempat, dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar membaca lebih bagus dari masa lalu.

Kelima, keberhasilan dan kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.

Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi industri informasi. Kemajuan teknologi komunikasi menyangkut semua unsur dalam prosesnya, baik pula pada teknologi pengirim, penyalur, pembagi atau penerima pesan yang membawakan informasi kepada orang yang dituju.

Menurut Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave, perkembangan ini dinamai dengan gelombang ketiga (1980). Tofler membagi sejarah umat manusia menjadi tiga gelombang, yakni :

1) Gelombang pertama antara tahun 800 SM – 1700 M disebut juga gelombang pembaruan. Manusia menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Tanah merupakan dasar bagi kegiatan ekonomi, kehidupan sosial budaya, struktur sosial dan politik. Hubungan antar manusia sangat akrab, personal, dan komunikasi bersifat sederhana, tulisan sebagai alat bantu. Kemudian struktur ini diubah secara total oleh datangnya peradaban industri (gelombang kedua).

2) Gelombang kedua mulai berimpit dengan revolusi industri. Manusia beralih ke energi terbaru seperti minyak, batu bara, dan gas. Mulai ditemukan mesin uap yang kemudian dipadukan dengan pabrik yang menghasilkan barang-barang produksi. Industri bersandar pada kegiatan produksi massal. Hubungan manusia menjadi impersonal, komunikasi dikuasai oleh media massa. Gelombang ini akhirnya tergusur oleh gelombang ketiga.

3) Gelombang ketiga adalah peradaban yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan pengolahan data, penerbangan dan aplikasi angkasa luar, energi alternatif dan energi terbarukan serta rekayasa genetik dan bioteknologi, dengan komputer dan mikro teknik sebagai teknologi intinya.

Pada era ini jaringan komunikasi, data dan informasi, komputer, latihan dan teknologi modernlah yang terpenting. Informasi merupakan faktor penentu. Jika pada gelombang kedua mengutamakan kekuatan fisik manusia, pada gelombang ketiga menekankan pada kekuatan pikiran. Kehebatan gelombang ketiga ini melanda negara-negara yang sedang berkembang.

Kemajuan teknologi informasi dan informasi di satu sisi telah berhasil mengatasi hambatan ruang dan waktu, di sisi lain ternyata mempertajam ketidakseimbangan arus informasi antar negara-negara maju dengan negara-negara berkembang.

Kemajuan teknologi komunikasi jelas akan membawa dampak, baik positif maupun negatif terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Secara positif akan memberikan kemungkinan terjadinya komunikasi secara lebih baik dan luas jangkauannya. Kemajuan ini telah dirasakan manfaatnya bagi negara-negara yang sedang membangun.

Dampak negatif menimbulkan masalah baru. Memberikan kemudahan timbulnya pertentangan sosial dan perubahan sistem nilai, karena adanya perbenturan sistem nilai dalam masyarakat penerima teknologi yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. Selain itu tidak mustahil derasnya arus nilai-nilai budaya melalui media massa dapat menimbulkan perubahan berbagai sikap pada anggota masyarakat yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda.

Bagi bangsa Indonesia masalah yang dihadapi berkaitan dengan faktor budaya adalah :

a. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beraneka suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan, agama, dan sejarah yang berbeda.

b. Masyarakat yang majemuk ini sedang mengalami pergeseran sistem nilai sebagai akibat pembangunan yang pada hakekatnya merupakan proses pembaharuan di segala sektor kehidupan.

c. Derasnya arus informasi dan komunikasi yang dibawa oleh media massa memperlancar kontak-kontak antar kebudayaan.

d. Pertambahan penduduk yang menuntut pertambahan sarana hidup baik dalam kuantitas, kualitas, maupun variasi.

Dalam hubungan dengan masalah di atas, bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Pembangunan sistem nilai yang cocok dengan tuntutan kemajuan, harus tetap dilandasi nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah Pancasila sehingga proses medernisasi di Indonesia benar-benar proses aktualisasi dari bangsa Indonesia sesuai dengan tuntutan zaman.

Timbul persoalan, bagaimana merekayasa pergeseran-pergeseran nilai dalam rangka mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan zaman sehingga bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri universal dari bangsa yang modern, tetap mempertahankan identitas kebangsaan yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Masalah penerapan teknologi bagi kepentingan pembangunan di Indonesia memerlukan penelaahan yang cermat dan mendalam menuju pemilihan alterantif terbaik yang dapat menghasilkan karya-karya teknologi yang tepat guna dan tepat lingkungan, berdaya guna dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Untuk itu penerapan teknologi komunikasi harus ditujukan bagi kepentingan umat manusia dab diabadikan bagi kepentingan pembangunan bangsa dan negara (Harmoko, 1985). Dengan kata lain dalam era pembangunan diperlukan komunikasi yang konstektual yang disesuaikan dengan karakteristik sosial budaya masyarakat.

Harmoko (1985) mengemukakan bahwa pesan yang disampaikan kepada khalayak haruslah :

1) Membaca berita hangat yang isinya cocok dengan kepentingan mereka.

2) Menggugah hati mereka sehingga gagasan dan perasaan yang disampaikan oleh si pembawa pesan sudah seperti milik si penerima pesan sendiri.

3) Menimbulkan dorongan bertindak bagi sasaran khalayak secara spontan dan penuh kesan.

Saluran media massa pada umumnya lebih banyak digunakan untuk komunikasi informatif. Dengan saluran ini komunikator pembangunan pembangunan berusaha untuk memperkenalkan dan memberikan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan. Selanjutnya untuk perubahan perilaku, aktifitas komunikasi harus dilipatgandakan dengan menggunakan berbagai macam saluran.

Rogers dan Shoemaker (dalam Hanafi, 1987) mengatakan bahwa saluran interpersonal masih memegang peranan penting dibanding dengan media massa, terlebih-lebih di negara-negara yang belum maju di mana kurang tersedianya media massa yang dapat menjangkau khalayak terutama warga pedesaan, tingginya tingkat buta huruf dan tidak sesuainya pesan-pesan yang disampaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Lazarsfeld (dalam Susanto, 1988) mengatakan bahwa media massa hanya merupakan 1) peliput ganda pesan dan penyebar ide secara mendatar dan 2) penguat artinya hanya didengar apabila sependapat dengan pendapat komunikan.

Jadi saluran interpersonal dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. Indonesia sampai saat ini masih termasuk salah satu negara yang sedang berkembang, dimana sebagian besar penduduknya berada di pedesaan dan sekitar 50 % hidup dari hasil pertanian. Oleh sebab itu strategi komunikasi pembangunan masih dipusatkan pada daerah pedesaan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Depari dan Mc Andrews (1991) bahwa sampai saat ini strategi komunikasi pembangunan masih terbatas pada siaran pedesaan, baik melalui media massa maupun pemanfaatan para petugas penyuluhan pembangunan. Oleh sebab itu perlu dipikirkan lebih lanjut, bagaimana usaha-usaha komunikasi yang ada dapat dikembangkan, terlebih-lebih menghadapi tantangan era globalisasi.

Dalam hal ini di Indonesia melalui televisi dan radio sebagai saluran media massa telah melaksanakan program acara siaran pedesaan. Demikian pula koran masuk desa (KMD) sebagai media cetak telah disalurkan kepada masyarakat pedesaan. Sedangkan melalui saluran komunikasi interpersonal pemerintah telah menerjunkan jupen-jupen pembangunan dan penyuluh pertanian lapangan (PPL).

Pertunjukan rakyat yang mengemas pesan-pesan pembangunan pun banyak ditampilkan. Kegiatan ini punya daya tarik dan kekuatan tersendiri.

Susanto (1988) mengatakan bahwa bentuk-bentuk komunikasi melalui pertunjukan rakyat/tradisional di maksud untuk :

1) Memudahkan penerimaan pesan-pesan oleh masyarakat karena disajikan dalam bentuk yang santai dan mudah dipahami bentuk dan lambangnya.

2) Memancing komunikasi ke atas, yaitu pesan-pesan dari rakyat langsung kepada pemerintah dalam bentuk yang dapat diterima oleh pemerintah.

Di samping itu wadah lain yang umumnya terdapat dipedesaan yaitu kelomponcapir ; wadah yang dapat menjembatani pesan-pesan pembangunan dari media massa kepada masyarakat.

Wadah ini biasanya dipimpin oleh pemuka-pemuka masyarakat (opinion leaders), yang biasanya memiliki ciri-ciri :

1) Lebih tinggi pendidikan formalnya dibandingkan dengan anggota masyarakat lain.

2) Lebih tinggi status sosialnya serta status ekonominya.

3) Lebih inovatif dalam menerima atau mengadopsi ide-ide baru.

4) Lebih tinggi kemampuan medianya.

5) Kemampuan empati mereka lebih besar.

6) Partisipasi sosial mereka lebih besar.

7) Lebih kosmopolit.

Untuk masyarakat perkotaan yang umumnya sudah memiliki banyak media, pesan harus disampaikan sedemikian rupa disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan.

Penyajian pesan lewat sinetron yang dapat dinikmati keluarga dikala santai akan dapat menggugah kesadaran khalayak. Di samping penyajian pesan melalui media tercetak, seperti leaflet, folder, brosur, dan sebagainya, yang dibuat dengan cara yang menarik sehingga sayang untuk dibuang begitu saja.

1 komentar: